TEMPO.CO, Jakarta - Tren merger dan akuisisi antar lembaga jasa keuangan perbankan diproyeksi bakal kembali marak tahun ini. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan era konsolidasi perbankan masih akan berlanjut, mempertimbangkan kian ketatnya persaingan industri ke depan.
“Apalagi sekarang eranya digitalisasi, kebutuhan modal harus semakin kuat,” ujar Wimboh, Rabu 27 Januari 2021. Otoritas pun terus berupaya mendorong percepatan realisasi konsolidasi salah satunya dengan menerapkan kebijakan modal inti perbankan menjadi minimal Rp 3 triliun secara bertahap hingga 2022.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, dimana bank diharuskan memiliki modal inti minimum sebesar Rp 2 triliun di akhir 2021 dan minimal Rp 3 triliun di akhir 2022. Wimboh mengatakan bagi bank yang merasa belum dapat memenuhi ketentuan tersebut harus segera bersiap mencari mitra strategis untuk berkonsolidasi.
“Apabila bisa memenuhi sendiri yang silakan, tapi permodalan ini sesuatu yang dinamis karena kompetisi yang semakin berat.” Bagi bank yang tidak memenuhi syarat tersebut dan tetap bergeming, maka akan berpotensi turun kelas menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Adapun sepanjang 2020, terdapat empat bank umum yang melakukan akuisisi dan 29 BPR melakukan merger. “Ini akan dilanjutkan tahun 2021 dengan memberikan kemudahan dan percepatan proses perizinan, serta dukungan pengaturan untuk meningkatkan permodalan minimum secara bertahap,” ucap Wimboh.